MEMOTONEWS - Siapa nyana di daerah pelosok nun jauh di Desa Kecepit, Kecamatan Punggelan, Kabupaten Banjarnegara terdapat jejak peninggalan sekolah modern era Kolonial Belanda.
Ya, SD Negeri 1 Kecepit merupakan bangunan cagar budaya yang merupakan saksi bisu penerapan politik etis atau politik balas budi Belanda untuk bidang pendidikan di negeri ini.
Hal itu diungkapkan Guru Besar Sejarah Universitas Airlangga Surabaya Prof Purnawan Basundoro, ketika menjadi narasumber film dokumenter yang tengah digarap SMPN 1 Punggelan, Senin (22/11/2021), dalam rangka Program Organisasi Penggerak (POP).
Purnawan menjelaskan, dulu sekolah itu bernama Volkschool Ketjepit yang didirikan pada tahun 1904. Volkschool sendiri berarti Sekolah Rakjat (SR) atau Sekolah Rendah di masa itu.
"Sekolah ini disebut Sekolah Rakyat rendah karena yang sekolah di situ rakyat pribumi. Sementara sekolah tinggi hanya untuk anak Belanda" jelas Purnawan.
Namun, tambah ahli sejarah perkotaan itu, sekolah ini punya keunikan karena awalnya sekolah ini hanya untuk kaum elit desa, namun lama kelamaan semua rakyat di Punggelan bisa bersekolah di situ termasuk anak para petani.
"Dampaknya, masyarakat Punggelan mengalami kemajuan yang cukup pesat. Termasuk menjadi masyarakat pertama yang melek huruf. Jadi tidak heran jika orang-orang tua di Kecepit jarang yang buta huruf," tandas Purnawan.
Karenanya, atas kondisi itu ia berharap meskipun belum ada Perda Cagar Budaya yang melindungi bangunan Volkschool Ketjepit, Bupati Banjarnegara dapat membuat SK Perlindungan Cagar Budaya sebagai payung hukum sementara.
"Kepala Sekolah juga bisa membuat plakat atau papan pengumuman yang menyatakan bahwa itu bangunan cagar budaya yang tidak boleh dirusak, agar bangunan ini lestari," imbuh Purnawan yang diwawancarai secara daring.
Narasumber lain, Nakim Padmowidjojo, alumni Volkschool Ketjepit yang sudah berusia 87 tahun mengenang bahwa sekitar tahun 1939 sekolah itu disebut SR (Sekolah Rakjat) Sempurna karena sudah sampai kelas enam.
"Jadi yang sudah tamat kelas tiga di desa lain, melanjutkan kelas empat di SR Kecepit ini" jelas Nakim.
Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Kabupaten Banjarnegara Heni Purwono berkomentar bahwa cagar budaya bangunan pendidikan cukup lengkap dan harus dilestarikan di Banjarnegara.
"Ada Dharmasala yang konon semacam tempat mencari ilmu bagi umat Hindu di percandian Dieng. Ada pula bangunan Europe Leger School dan HIS Arjuna yang bentuknya masih sangat asli mewakili bangunan sekolah era kolonial di Klampok," kata Heni Purwono.
Ada juga Darul Maarif yang meskipun bekasnya sudah tidak terlihat sebagai saksi kejayaan Syarikat Islam di era Pergerakan Nasional, namun narasi dan arsipnya masih ada.
Semua itu memang harus dilestarikan sebagai sebuah memori kolektif. Kita mendorong agar DPRD maupun Pemkab Banjarnegara segera membuat Perda Cagar Budaya.
"Kalau tidak, bisa jadi kita akan kehilangan sejarah pendidikan di Banjarnegara," imbuh Heni Purwono. (M Hamidi)
(Sumber dan Foto : Heni Purwono)