BPS Banjarnegara menggelar rapat koordinasi registrasi sosial ekonomi 2022 dengan mengahadirkan Dr Tuswadi, Ilmuwan ALMI. (FOTO: Istimewa)
MEMOTONEWS - Pada bulan Oktober – Nopember 2022 Badan Pusat Statistik seluruh Indonesia termasuk BPS Kabupaten Banjarnegara akan menyelenggarakan kegiatan Registrasi Sosial Ekonomi 2022.
Kegiatan ini penting dilaksanakan untuk menyediakan sistem dan basis data seluruh penduduk yang terdiri atas profil, kondisi sosial, ekonomi, dan tingkat kesejahteraan yang terhubung dengan data induk kependudukan serta basis data lainnya hingga tingkat desa /kelurahan.
Keberhasilan pelaksanaan Regsosek-2022 merupakan tanggung jawab bersama. Demikian dikatakan Kepala BPS Kabupaten Banjarnegara, Ratna Setyowati.
Pj Bupati Banjarnegara membuka resmi Rakor Regsosek 2022
Untuk menyukseskan kegiatan tersebut, BPS Kabupaten Banjarnegara hari ini (20/9) menyelenggarakan Rapat Koordinasi Regsosek-2022 dengan tema “Kolaborasi Mewujudkan Satu Data Untuk Kesejahteraan Masyarakat”.
Kegiatan dilaksanakan di Cinema 2 Surya Yudha Banjarnegara dihadiri oleh Pj Bupati Banjarnegara, Sekda Banjarnegara, Asisten, Kepala Bagian Setda, delegasi dari OPD dan Badan di lingkungan Pemda Banjarnegara, Sekwan, Inspektorat, Camat dan Kasi Kesra Se Kabupaten Banjarnegara, serta utusan instansi vertikal, organisasi massa, organisasi profesi, dan Perguruan Tinggi dengan total 160 peserta.
Menurut Tri Subagya, Ketua Pelaksana Rakor Regsosek 2022, empat nara sumber memaparkan materi terkait topik yang dibahas yaitu Sekda Banjarnegara, Indarto, Kepala Dinas Sosial dan PPPA, Noor Tamami, Kepala BPS, Ratna Setyowati, dan Dr Tuswadi, peneliti pada Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI).
Kemiskinan Terdelete Pendidikan
Paparan peneliti Akademi Ilmuwan Muda Indonesia, Dr Tuswadi mengetengahkan hasil riset terkini mengenai persepsi masyarakat akar rumput terkait pendidikan dan kemiskinan.
Berdasarkan on-line survey (11-15 September 2022) melibatkan 767 responden ditemukan data menarik yaitu terdapat 94,3 % responden setuju pendidikan dapat menghapus kemiskinan.
Sebanyak 86,3% responden setuju pendidikan menyejahterakan. Persepsi ini diperkuat dengan fakta bahwa 82,8 % responden telah mengalami sendiri bahwa tingkat pendidikan telah menyejahterakan dirinya.
Lebih spesifik satu responden yang dulu berasal dari keluarga pra sejahtera dan kini sudah meraih S-1 dan S-2 serta bekerja sebagai dosen menuliskan testimoni bahwa Pendidikan membuka pemikiran jauh lebih baik.
Dengan pengetahuan dan pemahaman, dirinya lebih mudah dan cepat beradaptasi sehingga memperoleh penghidupan yang jauh lebih maju. Dengan pendidikan semua yang dicita-citakan menjadi sangat mungkin terjadi.
Dr Tuswadi, ilmuwan ALMI, memberikan paparan
Terkait dengan persepsi tingkat pendidikan dan pekerjaan-85,6 % responden setuju tingkat pendidikan memudahkan mendapatkan pekerjaan dan 89,7% responden setuju mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus.
Ditemukan fakta bahwa 97, 2 % responden ingin raih S-1/S-2/S-3 untuk penghidupan dan pekerjaan yang lebih baik.
56, 7 % responden menyatakan ingin menjadi ASN (aparatur sipil negara).
Membahas peran pemerintah untuk menjamin pendidikan bagi semua agar sejahtera dan terentas dari kemiskinan.
94,9% responden memberikan rekomendasi agar negara memberikan beasiswa atau biaya bagi anak-anak keluarga miskin agar meraih pendidikan tertinggi.
35,6 % responden juga menginginkan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan dapat berperan lebih untuk membantu biaya sekolah/kuliah anak-anak keluarga pra sejahtera.
“Kemiskinan dapat dihapus dengan pemikiran (thought), pengetahuan (knowledge) dan pemahaman (understanding) yang semuanya itu didapatkan dari proses pendidikan. Pendidikan untuk semua (education for all) menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan seluruh elemen masyarakat.
Saat poin no 2 dilaksanakan dengan komitmen tinggi (high political will) tingkat kemiskinan bisa diturunkan/dihapuskan,” tegas Dr Tuswadi menyimpulkan paparannya dan diiyakan oleh keempat nara sumber lainnya. (MH)