74HssqAmpAieSQYdpeY0UHJ3eJx0ro2Bjc2BCzNj
Bookmark

Tungi Nurdin MSI, Ketua FK PKBM Banjarnegara: Sangatlah Rugi Jika Pemkab Tidak Merangkul FKBM

Tungi Nurdin MSi (kemeja putih) saat menjadi panitia LCC PKBM tingkat Kabupaten Banjarnegara. (FOTO: Ukas/Memotonews)

MEMOTONEWS - Berbincang - bincang dengan Tungi Nurdin MSi, Ketua Forum Komunikasi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (FK PKBM) Banjarnegara banyak yang terungkap disini. PKBM ternyata memiliki andil besar dalam meningkatkan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Banjarnegara. 

Karena berhasilan IPM diantaranya adalah peran strategis PKBM yakni menampung anak usia sekolah yang tidak dapat masuk di sekolah formal mulai dari tingkat SD - SLTA (Kejar paket A, B dan C).

Warga belajar belajar PKBM saat mengikuti kompetisi LCC PKBM tingkat Kabupaten di Gedung PGRI Banjarnegara. (FOTO: Ukas/Memotonews)

Anak - anak yang melebihi usia sekolah tidak tertampung di sekolah formal bisa sekolah di PKBM dan untuk mendorong peningkatan IPM, khususnya dari indikator rata - rata lama belajar karena yang diukur 25 tahun ke atas.

Dengan demikian, FKBM salah satu penentu keberhasilan IPM. "Jadi Sangatlah rugi Jika Pemkab Banjarnegara tidak merangkul FKBM," ungkap Tungi Nurdi yang juga sebagai wakil Ketua II Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Forum Komunikasi (FK) PKBM Jawa Tengah.

Kenapa demikian? Karena pendidikan diatas 25 tahunlah yang mejadi tolok ukur tinggi rendahnya IKM. Dan pendidikan ini ada di FKBM. 

 "Besar kecilnya bantuan anggaran dari pusat ke daerah kabupaten ditentukan tinggi rendahnya IKM. Maka saya katakan sangatlah rugi jika Pemkab tidak merangkul FKBM. Ini yang selalu saya katakan sejumlah stakeholder di Jawa Tengah," tegas Tungi Sabtu 22 Oktober 2022.

Di Banjarnegara ada sekitar 30.000 anak putus sekolah. Dari Jumlah itu mereka melanjutkan sekolah di PKBM saat ini sekitar 4000 di 20 PKBM yang ada di Banjarnegara.

Dengan demikian PKBM memiliki peranan penting dalam meningkatkan IPM di Banjarnegara. PKBM potensial dalam menekan angka putus sekolah di Banjarnegara.

Hal yang perlu diketahui kata Tungi, ia sering mengajak pejabat dari Direktorat ke Banjarnegara untuk melihat dari dekat keberadaan PKBM yang ada dan mereka responsif apalagi melihat sistem pembelajaran di PKBM memiliki karateristik yang jauh beda dengan pendidikan formal.

Contoh di PKBM Pandawa Wanayasa yang menampung sedikitnya 800 anak putus sekolah (warga belajar). Mereka tersebar di Pokja Batur, Pejawaran dan sebagian ada di pondok pesantren.

Mereka juga dibekali ketrampilan lain,. sehingga selesai menempuh pendidikan di PKBM, mereka mendapatkan ijazah formal, dapat ketrampilan yang diharapkan dapat menjadi bekal usaha ke depan.

"Menurut kami, PKBM itu penting tapi tidak dianggap penting oleh pemerintah. Maka dari itu kami terus menjalin hubungan dengan stakeholder agar PKBM mendapat alokasi anggaran ya minimal untuk menggaji para tutor yang jumlahnya tidak sedikit," Tungi menjelaskan.

Disampaikan, PKBM awalnya memang sebagai lembaga pendidikan alternatif guna menampung anak yang tidak dapat melanjutkan di sekolah formal. Tetapi setelah PKBM masuk Dapodik tahun 2017, PKBM menjadi pilihan dan di undang - undang disebutkan bahwa satuan pendidikan itu ada tiga yakni 1. Pendidikan formal, 2. Pendidikan non formal dan 3 Pendidikan Informal.

Dan PKBM masuk di pendidikan non formal. "Jadi pemahaman di masing - masing daerah itu tidak sama. Mungkin karena keterbatasan layanan dan lain sebagainya. Ingat di Banjarnegara ada 4000 warga belajar (siswa)," papar Tungin Nurdin yang juga sebagai pengelola PKBM Pandawa Wanayasa.

Tungin juga menjelaskan bahwa Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) tahun 2021 untuk 21 tahun ke bawah sudah ada dari kemendikbud. Tapi untuk usia 21 tahun ke atas belum tersentuh, padahal jumlahnya lebih banyak.

Padahal untuk Banjarnegara kebutuhan sekitar riil sekitar Rp 3 miliar/tahun untuk membiayai warga belajar yang sudah ada pada saat ini. "Selama ini PKBM membiayai sendiri tanpa bantuan pemerintah lho, padahal kita berperan aktif dalam upaya pengentasan kemiskinan," katanya.

Kenapa IPM Banjarnegara rendah?. Kehadiran PKBM di Banjarnegara itu sebenarnya salah satu kunci sukses meningkatnya IPM. Karena pendidikan kesetaraan 25 tahun sebagai indikator IPM ada di PKBM. Bahkan tidak hanya di Banjarnegara saja, daerah lainpun sama.

"Mudah - mudahan dengan keberadaan ini, Pemkab Banjarnegara segera hadir. Sehingga akan terjalin kerja sama dalam upaya meningkatkan IPM di Banjarnegara," tukas Tungi Nurdin MSi.

Ditambahkan, pendidikan formal paling banterkan hanya 18 tahun usia pendidikan, lama belajar 9 tahun. Dan jika dinaikan lagi menjadi 12 tahun (21 tahun). Tetapi tetap saja, untuk IPM ada di PKBM, karena indikator yang dihitung 25 tahun ke atas adanya di PKBM.

Di Banjarnegara saat ini ada 20 PKBM tersebar di 18 Kecamatan dan 1 Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). "Kalau SKB semuanya difasilitasi oleh negara, baik mulai gedung dan tutor. Tapi PKBM ya mandiri. Gedung buat sendiri, gaji qtutor juga tidak ada anggaran resmi dari pemerintah," imbuhnya seraya menambahkan jika sudah banyak daerah lain seperti Solo dapat anggaran dari Pemkab.

Harapan ke depan lanjut Tungi Nurdin, Pemkab Banjarnegara dapat melihat PKBM secara utuh, baik dari sisi tenaga pendidik maupun sarprasnya. 

Karena PKBM di Banjarnegara juga dituntut seperti pendidikan formal, Contoh saat ujian. Kita harus assessment nasional (ANBK) sehingga kita juga harus mengadakan alat - alat yang diperlukan. "Dan itu semua beli sendiri. Karena belum maksimalnya partisipasi pemerintah daerah terhadap PKBM di Banjarnegara. Belum sesuai amanat undang - undang. (Bersambung)