MEMOTONEWS - Jenang khas Wangon Banjarnegara Jawa Tengah tetap eksis hingga saat ini ditengah membanjirnya prodak makanan pabrikan.
Tampaknya ada trend menurun dari omzet sejumlah perajin makanan tradisional ini dari tahun ke tahun.
Tentu banyak faktor yang mempengaruhinya, diataranya harga yang cukup mahal jika dibandingkan dengan makanan cemilan pabrikan.
Kenapa harga jenang mahal?. Tentu penyebab utamanya adalah bahan baku, beras ketan, gula jawa, kelapa yang terus naik.
Kemudian pengolahan, masih konvensional. Untuk menghasilkan jenang yang memiliki cita rasa istimewa tentu harus menggunakan bahan - bahan yang berkualitas juga.
Cara membuat adonan dan mengaduk dalam tungku (pengapian) menjadi faktor utama menghasilkan jenang yang kenyal dan enak.
Tentu semua ini harus dikerjakan oleh tenaga ahli. Tidak sembarang orang bisa melakukan ini. Jika sembarangan, maka hasilnya tidak bagus, bisa kosong dan jenangnya tidak halus.
"Di Wangon saat ini yang masih eksis ada 6 orang. Dengan produksi rata rata 100 - 200 kg/hari/perajin," kata Restu Sayekti yang sudah puluhan tahun malang melintang sebagai penjual jenang.
Restu Sayekti atau biasa dipanggil Yekti, terjun sebagai perajin jenang sejak tahun 2010, sedang ibunya sejak tahun 1982.
"Memang yang mengawali membuat makanan jenang di Wagon orang tua saya, dan Alhamdulillah sampai saat ini masih eksis," imbuh Yekti, Jumat (10/2/1/2023)
Diakuinya, produksi jenang miliknya terus merosot setiap tahunnya. Ini terjadi seiring dengan membanjirnya produk makanan ringan pabrikan yang harganya cenderung murah.
"Kalau dulu, jenang itu sebagai pertanda orang punya 'gawe' (selamatan/hajatan) . Jadi kalau ada orang minta dibuatkan jenang berarti akan ada perhelatan keluarga seperti mantenan, pengajian umum," jelasnya.
Karena jenang menjadi menu utama makanan cemilan untuk menyuguh para tamu. Bahkan oleh - oleh dari 'kondangan' pasti ada jenangnya. Irisannya juga gede - gede. Tapi sekarang sudah bergeser.
Jenang kini tidak jadi menu utama lagi, tapi pelengkap. Utamanya sudah tergeser oleh kueh pabrikan atau roti yang notabene lebih murah dan gampang dicarinya.
Tapi kita bersyukur Alhamdulillah, karena usaha jenangnya masih terus produksi walau tidak seperti sebelumnya.
Kita juga harus dapat berinovasi, bagaiman mengemas jenang menjadi lebih cantik dan menarik.
"Saat ini jarang ada irisan jenang, perse empat atau jajaran genjang. Sekarang irisan jenang lebih kecil dan bungkus dengan plastik dan sebagainya biar menarik. Kita ikuti trend dari masa ke masa," imbuh Restu Sayekti lagi.
Biasanya pertengahan puasa permintaan meningkat dua kali lipat. Penuhi Pasaran Lokal
Restu menyampaikan, pemasaran jenang Wangon masih mengandalkan pemesanan lokal saja. Karena makanan tradisional miliknya banar - benar natural, tidak menggunakan bahan pengawet.
Sedang untuk produk saat ini, tidak hanya jenang saja, tetapi juga wajik dan racikan atau ladu. Bahan dasarnya sama.
Harga jenang Wangon saat Rp 20.000/kg. Namun ada juga dalam bentuk kemasan cantik 1 kg isi 50 harga Rp 35.000.
Mengakhiri perbicangan, Restu Sayekti yang juga sebagai kader Partai PDI Perjuangan Banjanegara, menyampaikan optimis jika jenang olahannya dapat bertahan apalagi pemerintah juga mengajurkan untuk beck to natura.
Termasuk mengkonsumsi makanan natural yang sehat. Seperti Jenang Wangon. Disampaikan Restu, jika saat ini ia hanya memperkejakan 8 tenaga kerja yang terdiri 4 tenaga aduk, 3 tenaga bungkus, 1 paking dalam usaha pembuatan Jenang Wangon.
Jika membutuhkan jenang bisa segera menghubungi Resty Sayekti (owner Jenang Tri Murni) Telp.081228262623. Atau langsung saja datang ke rumah jenang di Kelurahan Wangon Banjarnegara Jawa Tengah. (MH)