MEMOTONEWS - Seperti diketahui Wilayah Barat Kabupaten Banjarnegara memiliki kekayaan cagar budaya tinggalan kolonial Belanda.
Oleh karenanya Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) mengebut kajiannya sebagai referensi dalam menetapkan beberapa situs yang ada di sana.
Bahkan pada, Sabtu (28/9/2024), TACB Banjarnegara yang terdiri dari lima anggota melakukan observasi di empat tempat berbeda. Pertama mereka mengunjungi SDN 1 Klampok. Di tempat tersebut terdapat dua gedung tinggalan era kolonial berupa ruang kelas dan sebuah aula.
Ketua TACB Banjarnegara Heni Purwono mengatakan bahwa gedung tersebut kuat diduga merupakan bekas gedung Europe Leger School (ELS) atau sekolah dasar untuk anak-anak Eropa.
"Selain dua gedung SD, di sebelahnya, gedung Korwil Dindikpora Kecamatan Purwareja Klampok juga saya tinjau tinggalan kolonial. Pasti terkait dengan keberadaan Pabrik Gula Klampok karena saat itu banyak orang Belanda yang tinggal di Klampok," jelas Heni.
Kepala SDN 1 Klampok Dwi Yeni sangat mendukung upaya TACB untuk menetapkan sekolahnya menjadi cagar budaya.
"Kami sudah menanti-nantikan kedatangan TACB ke sini. Kami ingin siswa kami memahami bahwa sekolahnya memiliki nilai sejarah yang tinggi. Semoga dengan kajian ini segera menjadikan sekolah kami ditetapkan sebagai cagar budaya," harap Dwi.
Setelah itu, tim melanjutkan observasi ke kawasan situs Kawedanan Purwareja Klampok.
Di sana terdapat pendopo, rumah dinas dan perkantoran Wedana Klampok, jabatan setingkat lebih tinggi daripada Camat namun lebih rendah daripada Bupati.
Bangunan bergaya khas kolonial tersebut masih terawat dengan baik, bahkan pernah direhab oleh Pemkab Banjarnegara.
Dari kawasan Kawedanan, tim menuju ke masjid agung At Taqwa yang telah berubah nama menjadi masjid KH Hasan Besari.
Menurut Kepala Desa Gumelem Kulon Arief Machbub masjid tersebut dibangun tahun 1559.
"Konon masjid ini dibangun sejaman dengan masjid Nur Sulaiman Banyumas. Arsiteknya Mbah Nurdaiman," jelas Arief.
Anggota TACB Banjarnegara Siti Nurlaela mengungkapkan kemungkinan masjid ini dibangun beberapa tahap.
"Tahap pertama tentu soku guru dan rangka masjid yang terbuat dari kayu jati. Kemudian baru dinding masjid yang dibangun saat era kolonial mungkin, karena ketebalan dinding sampai 30 centi meter, khas bangunan di era kolonial," jelas arsitek DPUPR Banjarnegara ini.
Terakhir, tim ke makam Ki Ageng Gumelem.
Rencananya, objek-objek tersebut dalam waktu dekat akan diajukan ke Bupati untuk ditetapkan menjadi cagar budaya tingkat Kabupaten Banjarnegara. (*)