74HssqAmpAieSQYdpeY0UHJ3eJx0ro2Bjc2BCzNj
Bookmark

Keluarga Doktor Tanpa Televisi ada di Banjarnegara Jawa Tengah.

MEMOTO NEWS - Televisi bagi kebanyakan orang telah menjadi barang primer yang terjangkau oleh semua kalangan. Miskin dan kaya, hampir semua keluarga di Indonesia mempunyai televsi.

 Bahkan ada yang memasang lebih dari satu buah di satu rumah. Televisi dijadikan sebuah alternatif sarana hiburan untuk melepas penat.

Tetapi tidak bagi sebuah keluarga sederhana berlatang belakang doktor di Banjarnegara Jawa Tengah ini. Adalah keluarga Dr Tuswadi yang kini menjabat sebagai Direktur Politeknik Banjarnegara.

Dengan 4 putri usia sekolah, sejak dulu sampai saat ini tidak pernah memiliki televisi. 

Dr Tuswadi dan istrinya, Dr Wiji Astuti, sama-sama berprofesi guru bahasa Inggris, adalah peraih Master dan Doktor dari Hiroshima University.
Bersama anak-anak, keduanya menghabiskan waktu lebih dari 6 tahun tinggal di Jepang untuk menjalani tugas belajar. 

Putri bungsu yang kini kelas 3 sekolah dasar, lahir di Hiroshima, sementara ketiga anak lainnya sejak PAUD sampai SMP terdidik di Negeri Sakura dengan tingkat kedisiplinan yang tinggi.

Di rumah Dr Tuswadi, baik sebelum dan sesudah kembali dari Jepang, Keluarga Dr Tuswadi tidak pernah memiliki barang elektronik yang namanya televisi. 

Baginya, acara-acara di layar kaca dipandang lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Infiltrasi budaya-budaya negatif akan mudah merambah ke keluarga ketika tidak selektif dalam memilih tontonan yang mendidik dan bermanfaat. 
“TV jika tidak bisa kita kendalikan, akan menjadi racun bagi kehidupan yang sehat dan produktif,” ujar Dr Tuswadi, yang sejak 2018 diberi amanah sebagai Direktur Politeknik Banjarnegara.

Dr Tuswadi juga dikukuhkan sebagai ilmuwan pada Akademi Ilmuwan Muda Indonesia - Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia di Jakarta.

Pandangan ini, dia buktikan dengan kenyataan banyak keluarga yang kesulitan mengendalikan anak - anaknya untuk disiplin belajar di rumah. Atau taat beribadah tepat waktu

Adanya sejumlah stasiumnTV yang banyak gosip-gosip seputar selebriti, telah menjadi bahan perbincangan yang kontra produktif di kalangan masyarakat. 

Belum lagi budaya konsumtif dan hedonis melalui layar kaca sedikit banyak dengan mudahnya merambah keluarga-keluarga di tanah air.
Maka dari itulah, Dr Tuswadi mending membangun Budaya Baca, walaupun rumah keluarga Dr Tuswadi yang terletak di desa jauh dari kesan mewah. Sangat sederhana untuk ukuran keluarga doktor. 

Ruang tamunya berdekorasi almari penuh dengan buku dan asesoris Jepang. Terdapat pula, ruang belajar khusus yang diperuntukkan bagi anak-anak di lingkungan sekitar belajar bahasa Inggris. 

Ruang tengah diset menjadi “learning space” bagi kedua putri bungsu dengan meja belajar lipat yang ditata apik diapit oleh rak buku bacaan.

Begitu juga dengan Ruang kerja Dr Tuswadi, penuh buku-buku dengan berbagai topik. Anak-anak disiplin belajar di rumah tanpa ada televisi.

“Kami membiasakan memberlakukan jam belajar di rumah. Sehabis shalat maghrib dan shalat Isya atau  sebelum tidur, (Pukul 18.00-21.00), saya membaca buku dan berkarya," katanya.

Sementara anak-anak pada belajar bersama ibunya. Jika butuh informasi untuk mengerjakan PR, anak-anak kami ijinkan membuka gadget (handphone) atau laptop terkoneksi internet. 

"Di rumah, yang punya ponsel hanya saya dan isteri. Anak-anak cukup meminjam dari kami untuk keperluan belajar,” jelas Dr Tuswadi yang telah menerbitkan 5 buku, termasuk best seller, Inspirasi Keluarga Pembelajar Negeri Sakura (2018).

Dengan tidak mempunyai dan menonton TV, seluruh anggota keluarga bisa lebih fokus belajar. Hasilnya, anak-anak keluarga Dr Tuswadi terbilang berprestasi baik secara akademik maupun keagamaan.

Secara batiniah, kehidupan keluarga menjadi lebih tenang dan nyaman mengisi hari-hari dengan segala sesuatu yang produktif dan sangat bermanfaat untuk bekali diri menuju masa depan.

Dr Tuswadi yang saat ini sering diundang menjadi nara sumber di banyak kalangan civitas memiliki obsesi membangun dunia pendidikan di negeri ini khusunya di Banjarnegara. 

Ia berharap besar, budaya baca buku di kalangan masyarakat Banjarnegara, terutama mahasiswa di Politeknik yang ia pimpin menjadi tren apalagi menuju Indonesia mikenial.(*)

Pewarta: M Hamidi