MEMOTONEWS - Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Sumardiansyah Perdana Kusuma menilai terbitnya PP Nomor 4 Tahun 2022 tentang Standar Nasional Pendidikan belum mengakomodir Sejarah Indonesia sebagai muatan wajib di kurikulum.
“Walaupun pada struktur kurikulum di SMA Program Sekolah penggerak dan SMK Pusat Keunggulan, sejarah sudah ditempatkan dalam mata pelajaran kelompok dasar atau wajib, namun secara ideologis dan politis kami tetap berkeinginan agar kedepan posisi Sejarah Indonesia bisa diperkuat dalam pendidikan nasional dengan ditempatkan sebagai muatan wajib kurikulum dalam revisi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan revisi PP Nomor 4 Tahun 2022 tentang Standar Nasional Pendidikan,” tegas Sumardiansyah dalam diskusi publik bertajuk Menagih Janji Mas Menteri Nadiem: Posisi Sejarah dalam PP Nomor 4 Tahun 2022 yang diadakan oleh AGSI secara daring, Sabtu (29/01/2022).
Turut hadir sebagai narasumber lainnya, Ketua Asosiasi Pendidik dan Peneliti Sejarah (APPS) Said Hamid Hasan yang menyatakan bahwa tidak ada bangsa yang tidak mengetahui sejarah bangsanya.
“Kurikulum pendidikan sejarah harus dirancang untuk melahirkan manusia Indonesia dengan karakteristik Indonesia,” ujar Said yang juga Guru Besar Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia.
Sejarah dan negara memiliki hubungan yang erat, dimana Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Agus Mulyana mengutip pandangan Renan bahwa negara dibentuk karena persamaan nasib.
Persamaan nasib yang menghadirkan keinginan untuk hidup bersama sebagai sebuah bangsa, mulai dari masa kerajaan, penjajahan, perjuangan, sampai kemerdekaan, dari sini jelas bahwa sebuah negara terbentuk karena proses sejarah.
Ketua Perkumpulan Prodi Sejarah Se-Indonesia (PPSI) Ilham Daeng Makkelo melihat sejarah sebagai sebuah hal yang signifikan dan relevan bagi keindonesiaan.
“Sejarah memiliki keselarasan dengan Pancasila dan cita-cita untuk menghasilkan manusia Indonesia, pengajaran sejarah harus berbasis pada pemahaman sejarah serta sumbangsihnya bagi pembentukan karakter bangsa,” jelas Ilham.
Ketua Perkumpulan Program Studi Pendidikan Sejarah Indonesia (P3SI) Abdul Syukur memandang, melemahnya posisi mata pelajaran sejarah adalah karena pengambil kebijakan tidak ada yang mengerti soal sejarah.
Bagi Syukur, terbitnya PP Nomor 4 Tahun 2022 memperlihatkan adanya persoalan, ada ketidaksesuaian antara janji Mendikbud Ristek yang melihat sejarah sebagai sebuah hal yang penting dengan kenyataan di lapangan.
Mendikbud Ristek Nadiem Anwar Makarim dalam video yang diunggah di chanel youtube Kemendikbud RI pada 20/09/2021 pernah menyampaikan komitmen untuk menjadikan sejarah sebagai sesuatu yang relevan.
Menurut Nadiem identitas generasi muda nasional hanya bisa dibentuk melalui kolektif memori yang membanggakan dan menginspirasi, sejarah adalah tulang punggung dari identitas nasional yang tidak mungkin dihilangkan.
Diskusi publik yang dihadiri sekitar 395 peserta dari kalangan guru, dosen, mahasiswa, dan masyarakat ini menghasilkan kesepakatan agar Frase Sejarah Indonesia harus dimuat dalam perundangan di Indonesia, sebagai muatan wajib dalam UU Sistem Pendidikan Nasional dan PP Standar Nasional Pendidikan, demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai tindaklanjutnya AGSI, APPS, MSI, PPSI, dan P3SI juga akan menyusun naskah akademik, beraudiensi dengan pemangku kepentingan, mengajukan judicial review, bahkan jika diperlukan siap untuk melakukan aksi turun ke jalan, ungkap Sumardiansyah di penghujung diskusi publik. (*)
(Foto dan sumbe : Heni Purwono)