MEMOTONEWS - Dua maya adalah media era digitalisasi yang kangsung terhubung dengan jaringan internet. Sehingga memudahkan kita terhubung dengan sumber - sumber di penjuru dunka.
Semua informasipun diakses dengan mudah baik untuk nelakukan kegiatan sosial, personaliti, bisnis, kiterasi, pendidikan dan lain sebagainnya.
Dalam pemanfaatan dunia maya tidak sedikit pengguna tidak menyadari bahwa dunia maya juga sensitif dan rawan sosial dan hukum.
Khusus untuk para pelajar sangat penting pengawasan orang tua menyikapi dunia maya ini. Lantas bagaimana cara mengawasi Karena orang tua tentu tidak setiap hari bersanding dengan anak.
Belum lagi bagaiman para orang tua yang gaptek alias gagap teknologi?. Berkaca dari beragam permasalah sosial yang muncul akibat gagdet, termasuk pelecehan seksual dan masalah - masalah lain berkaitan etika.
Tentu informasi ini tidak hanya ditujukan untuk para pelajar sebagai masa depan bangsa. Tapi juga untuk masyarakat luas.
Dikutip Memotonews dari Antara, Minggu 24 Juli 2022, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi menggelar webinar bertemakan Lawan "Pelecehan Seksual di Ruang Digital".
Kegiatan ini merupakan rangkaian program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Program Gerakan Nasional Literasi Digital ini diharap dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif.
Relawan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia wilayah Pontianak Eko Akbar Setiawan menilai pencegahan tindak pelecehan seksual di dunia digital tidak terlepas dari pemberian pendidikan terhadap anak-anak soal keamanan dalam beraktivitas di dunia maya.
Eko mengatakan, pelecehan seksual dapat terjadi jika terdapat pikiran-pikiran negatif dalam diri seseorang. Itu sebabnya, memiliki pikiran positif merupakan salah satu hal yang dapat mencegah terjadinya pelecehan seksual di dunia digital.
Sementara itu, Dosen Ilmu Komunikasi Usahid Jakarta Khairul Syafuddin menambahkan, masyarakat harus paham bahwa konsekuensi setiap pelanggaran di dunia maya akan dibayar di dunia nyata.
Dengan demikian, masyarakat dapat menggunakan ruang digital tersebut dengan lebih bertanggung jawab dan menghindarkan diri dari perbuatan yang melanggar hukum seperti pelecehan.
"Apabila kita memegang nilai-nilai positif, maka kita tidak akan masuk ke dalam lingkaran orang-orang yang melakukan pelecehan seksual, bahkan kita berusaha untuk menghindarinya," ujar Syafuddin.
Sementara itu, praktisi media Maya Oktharia yang juga menjadi pelatih public speaking dalam kegiatan itu menyebut terdapat sejumlah perilaku yang masuk dalam kategori pelecehan di ruang digital.
Di antaranya body shaming atau mengomentari bagian tubuh seseorang secara berlebihan atau menggunakan kata yang cabul.
Kemudian, mengiming-imingi remaja untuk membagikan foto-foto yang tidak baik. Hati-hati, hal itu sudah mengarah ke arah pelecehan sosial. Dan ini semua tentu akan membahayakan para pengguna medsos.
Pengawasan orang tua kepada anak terkait pemanfaatan Medsos tidak hanya untuk menghindari pemanfaatan medsos yang salah, tetapi juga untuk menghindari mara bahaya yang ditimbulkan baik sangsi moral maupun hukum. (MH)