74HssqAmpAieSQYdpeY0UHJ3eJx0ro2Bjc2BCzNj
Bookmark

Kepala DKK Banjarnegara: Hindari Pernikahan Dini Tekan Stunting, Kematian Ibu dan Bayi

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Banjarnegara dr Latifa Hesti Purwaningtyas (FOTO: Ukas/MEMOTONEWS)

‎BANJARNEGARA, MEMOTONEWS - Pernikahan dini menjadi salah satu faktor penyebab Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia, tidak terkecuali di Kabupaten Banjarnegara. Oleh karena itu hindarilah pernikahan dini untuk kebaikan bersama.
‎Demikian dikatakan kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Banjarnegara dr Latifa Hesti Purwaningtyas saat ditanya Memotonews usai mengikuti kegiatan advokasi penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan stunting di Rejasa Room Surya Yudha Hotel.
‎dr Hesti lalu menjelaskan, kenapa pernikahan dini menjadi salah satu faktor kematian ibu dan bayi.  Karena remaja yang menikah dini berisiko mengalami anemia kehamilan, melahirkan bayi kurang gizi (stunting) dan komplikasi persalinan yang lebih tinggi, akibat kesehatan fisik yang belum matang dan kurangnya asupan gizi.
‎Untuk mengentaskan kasus stunting, AKI dan AKB kata dr Hesty tidak hanya menjadi tugas dari dinas kesehatan saja tapi menjadi tugas bersama termasuk masyarakat sendiri.
‎"Bupati Banjarnegara dr Amalia Desiana sudah menyatakan bahwa masalah stunting itu tidak hanya bisa diatasi oleh dinas kesehatan. Faktor dari keluarga misalnya pemberian atau pola makan pola yang salah juga berpengaruh," ujarnya Rabu (10/9/2025) kemarin.
‎Sebagai gambaran, banyak kasus, orang tua memberikan uang saku berlebihan. Ada juga kasus si anak dibelikan jajanan yang sebenarnya kurang baik. "Hal ini bisa terjadi karena orang tua kurang memahami makanan sehat bagi anak. Padahal uang saku yang berlebihan bisa dibelikan telur untuk sarapan, malah sehat," jelasnya.
‎Dari contoh ini, imbuh dr Hesty, bahwa untuk menekan angka stunting dibutukan kesadaran bersama, sosialisasi kepada masyarakat perihal makanan sehat harus digalakkan dan harus diantisipasi sejak dini dan dari lingkup keluarga.
‎"Oleh karena itu kita juga harus melakukan langkah strategis untuk menghindari terjadinya pernikahan dini. Sosialisasi kesehatan reproduksi pada anak - anak sekolah SMP dan SMA juga harus dilakukan berkala," kata dr Hesty lagi.
‎Kenapa ini harus dilakukan?. "Kita juga harus memahami  di era digitalisasi saat ini. Contoh nyata, saat ini  handphone isinya seperti apa. Anak dapat mengakses  apapun di internet sehingga orang tua harus melakukan pengawasan. Nah dengan penggunaan handphone yang bebas tanpa batas juga menyebabkan dampak yang tidak baik. Maka sosialisasi sejak dini harus dilakukan," tandas dr Hesty. 
‎Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Banjarnegara dr Latifa Hesti Purwaningtyas juga menyampaikan jika angka stunting, kematian ibu dan anak di Banjarnegara menunjukan trend penurunan.
‎Angka kematian ibu dan anak sejak tahun  2023 - 2025 terus menurun dan pada bulan September 2025 masih di angka 5. "Masih ada bulan Oktober - November - Desember, semoga tidak naik lagi. Kalau tahun kemarin kan 16 kasus. Alhamdulillah untuk AKB dan stunting juga  menurun," dr Hesty menandaskan.
‎Sedang  angka kematian bayi tahun 2023 tercatat 134 kasus, tahun 2024  sebanyak 125 kasus dan tahun  2025 terdata 63 kasus.
‎Berdasarkan data dalam aplikasi Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM) angka stunting masih cukup tinggi, meskipun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya terus mengalami penurunan. 
‎Pada tahun 2023 prosentase stunting kita sebesar 17,5 persen dan pada tahun 2024 menjadi 17,08 persen atau turun sebesar 0,42 persen. Sedangkan menurut data SSGBI/SKI angka stunting Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2023 sebesar 19,9 persen dan pada tahun 2024 meningkat menjadi sebesar 20,6 persen. (*)