MEMOTONEWS - Rumah Sakit Islam (RSI) Banjarnegara bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Gombong (UNIMUGO) menggelar Webinar Manajemen Kebencanaan Minggu (15/1/2022) melalui Zoom Meeting.
Dibuka oleh Direktur RSI, dr Agus Udjianto, Webinar diikuti oleh sekitar 400 peserta (zoom dan youtube) dari kalangan tenaga kesehatan (nakes), umum, dan mahasiswa.
Terundang 4 nara sumber di antaranya Dr FUJIKAWA Yoshinori (Waku Pro Hijiyama University Jepang), Dr Tuswadi (Politeknik Banjarnegara), Dadi Santosa, M.Kep (UNIMUGO), dan Sulis Setiyanto, A.Md (RSI).
Dr Tuswadi, Direktur Polibara dan anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) memaparkan materi mengenai “Disaster Prevention dan Hospital Safety”.
Dr Fujikawa lebih banyak membahas praktik pemerintah dan masyarakat Jepang dalam kondisi bencana.
Dadi Santoso, M.Kep mempresentasikan Management Disaster Pre Hospital dan bahasan Sulis Setiyanto, A.Md seputar Disaster Management Inta Hospital.
Menurut Dr Tuswadi, sebuah institusi kesehatan termasuk rumah sakit, puskesmas, dan klinik-klinik harus memiliki 5 syarat dasar untuk menjadi lembaga yang ideal yakni Sistem kesehatan yang kuat, investasi kesehatan tinggi, lokasi, design dan konstruksi RS tersandar, Rencana tanggap darurat, dan Staff terlatih dengan baik.
Menurutnya, banyak studi di dunia sebenarnya banyak permasalahan yang menimpa pada tenaga kesehatan termasuk perawat dan asisten perawat selama melaksanakan tugas yakni mereka mengalami Musculoskeletal Injuries.
Dimana mereka menderita gangguan fungsi ligamen, otot, syaraf sendi dan tendon serta tulang belakang.
Sebanyak 22% luka atau cidera dialami oleh para perawat ketika mengangkat pasien-pasien, 17% ketika memasang tempat tidur pasien, 13% ketika memindahkan dan mengubah posisi pasien, 15% ketika mengangkut dan menangkap pasien.
Untuk itu, Dr Tuswadi menyarankan pihak rumah sakit atau institusi layanan kesehatan semestinya memperhatikan dengan benar-benar jaminan kesehatan para tenaga kesehatan.
Dr Fujikawa membeberkan praktik pemerintah Jepang dalam penanganan bencana dimana masyarakat di sana memiliki 3 kearifan lokal selama kejadian bencana yakni “Selamatkan Diri Sendiri/Keluarga”, “Saling Bantu Tetangga”, dan “Bantuan Pemerintah”.
Ketika bencana melanda, pribadi-pribadi di Jepang sudah mengerti dan memahami apa yang harus mereka lakukan untuk selamatkan diri, kemudian membantu para tetangga bersama-sama, dan patuh serta taat pada anjuran pemerintah serta menerima bantuan dari pemerintah dengan tertib tanpa harus berebut, membajak, dan tindakan negatif lainnya.
Pasukan Bela Diri menjadi garda terdepan selama bencana dengan terjun langsung ke daerah-daerah ekstrim terdampak bencana, diikuti oleh Tim Penyelamat, Palang Merah, dan yang lainnya dengan masa dan tupoksi yang sudah diatur dengan rapi sehingga tidak tumpah tindih.
Ketika terjadi gempa bumi besar, penduduk Jepang yang berada di ruangan termasuk di gedung-gedung tinggi sudah terlatih tetap tenang dan menemukan celah bersembunyi agar terhindar dari reruntuhan (di bawah meja/kursi).
Kemudian memastikan tidak ada sumber api dan pintu tidak terkunci sehingga setelah gempa reda mereka bisa keluar dengan aman dan selamat.(M Hamidi)
(Sumber dan Foto : Dr Tuswadi)