74HssqAmpAieSQYdpeY0UHJ3eJx0ro2Bjc2BCzNj
Bookmark

Anak SMP Negeri 1 Banjarnegara Belajar 3 M Sampah Bersama Ilmuwan

Dr Tuswadi berikan lecture cara memilah sampah di kelas. (FOTO: Istimewa)

MEMOTONEWS - Seperti diketahui sampah menjadi salah satu masalah besar dan sangat serius yang mengancam keberlangsungan hidup manusia, hewan, dan tumbuhan di muka bumi pertiwi.

Plastik sebagai salah satu sumber sampah yang tidak bisa terurai di alam. Tentu ini berdampak langsung bagi lestarinya tanah dan kehidupan makhluk hidup.

Di lautan tidak sedikit ikan-ikan besar sekarat dan mati karena menelan sampah plastik yang terbuang sembarangan oleh manusia.

Dr Tuswadi berikan lecture cara mencuci sampah plastik sebelum dimasukkan ke tong. (FOTO: Istimewa)

Itu baru sampah plastik. Belum lagi sampah organik yang jika penanganannya tidak semestinya juga sangat mengotori lingkungan hidup manusia. 

Menyikapi hal tersebut, seorang guru bahasa Inggris di SMP Negeri 1 Banjarnegara yang sekaligus ilmuwan kebencanaan, Dr Tuswadi, mulai beraksi untuk mendidik anak-anak yang diajarnya agar paham sebab akibat rusaknya alam karena sampah.

Dr Tuswadi juga melatih mereka untuk memperlakukan sampah menjadi sesuatu yang aman dan benilai ekonomis. 

Dr Tuswadi berikan lecture cara memasukkan sampah daur ulang ke tong. (FOTO: Istimewa)

Pertama melalui lecture yang sangat kontekstual. Anak-anak dibuka mata hatinya bahwa bangsa Indonesia belum disiplin dalam buang membuang sampah.

Sehingga banyak ditemukan desa-desa atau kota-kota yang kondisinya kumuh, tidak sehat, dan tidak nyaman. 

Hal ini karena Pendidikan di Indonesia dari usia dini sampai perguruan tinggi tidak mempunyai sistem pendidikan lingkungan yang baik, terstruktur, massif, berkesinambungan (sustainable) sehingga dari kecil sampai menjadi dewasa setiap warga negara benar-benar paham cara memperlakukan sampah dengan aman. 

Di negara maju seperti Jepang, karena sistem pendidikannya sangat disiplin termasuk dalam hal pendidikan lingkungan hidup, maka hampir tidak ditemui dalam keseharian ada warga Jepang yang buang sampah sembarangan.

Semuanya mengikuti peraturan pemerintah, memilah sampah, mengumpulkannya pada tempat sendiri-sendiri (terpisah). 

Sehingga tidak jatuh ke alam bebas dan sampah yang bisa didaur ulang bisa diangkut langsung ke perusahaan-perusahaan daur ulang.

“Setelah kalian makan atau minum; pastikan pembungkus berupa plastik dicuci dulu di wastafel, tiriskan dan kemudian masukkan ke dalam tong yang telah disediakan," kata Dr Tuswadi. 

Gelas/botol plastik kata Tuswadi kemudian dimasukkan ke tong untuk sampah plastik. Kotak kertas teh atau gelas kertas masukkan ke tong sampah kertas. Jadi di dalam tong berisi sampah yang bersih dan bebas dari kuman.

"Nanti kalau tongnya sudah penuh. Sampahnya akan dibungkus kantong-kantong besar dan kelak dijual ke pemulung. Uangnya bisa untuk tabungan kas kelas,” jelas Dr Tuswadi di depan kran air menjelaskan tata cara mencuci sampah plastik/kertas di hadapan peserta didiknya.

Peran Sekolah.

Untuk mensukseskan implementasi pendidikan karakter dalam mengelola sampah yang ramah lingkungan, pihak sekolah, menurut Dr Tuswadi, sebaiknya melakukan hal-hal penting seperti menyediakan tong besar masing-masing ruang kelas dua buah untuk memilah sampah plastik dan sampah kertas serta memberikan Notice agar anak didik buang sampah dengan membersihkannya terlebih dahulu.

Kedua, pihak sekolah menstok kantong-kantong besar untuk mengumpulkan sampah yang akan diangkut ke pemulung (dijual). Terdapat petugas khusus yang secara rutin misalnya seminggu sekali—mengambil sampah yang terkumpul di kelas-kelas.  Jika sampah sudah menggunung tinggal memanggil pemulung untuk membelinya.

Perlu dibuat tim promosi kesehatan khusus manajemen sampah di sekolah. Mereka bertugas memberikan pemahaman kepada segenap guru dan karyawan termasuk kepada seluruh peserta didik tentang pentingnya tidak membuang sampah plastik (non degradable) ke alam bebas karena akan merusak alam.

Mereka juga harus terus dilatih, dibimbing, diberikan contoh tata cara memilah, mencuci, dan meletakkan sampah yang bisa didaur ulang di tempat yang telah disediakan. Guru harus menjadi teladan dalam setiap program sekolah. 

“Sekolah Adiwiyata, Kabupaten Adipura menurut saya, sebagai guru/pendidik bukan hanya ceremonial untuk dapat piala!," ketanya.

Akan tetapi lebih jauh implementasi kehidupan yang bersih dan beradab harus menyatu ke relung hati seluruh masyarakat. 

"Sehingga akan mewujud menjadi bangsa yang besar dan pintar mengelola sampah dan menjaga kelestarian bumi seisinya,” tegas Dr Tuswadi yang tak pernah lelah memberikan nasehat kepada anak didik yang belum paham cara memilah, mencuci, dan meletakkan sampah.(MH)