MEMOTONEWS - Seperti diketahui, Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) yang baru sudah terbentuk. Namun saat ini KKI dikabarkan menghadapi tantangan serius terkait integritas anggotanya. Khususnya mereka yang berasal dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang belum mengundurkan diri dari jabatan.
Hal ini setidaknya dibenarkan Tim Adhoc KTKI di Jakarta, Jumat malam (1/11/2024). Kementerian Kesehatan, sebagai pelaksana seleksi terbuka untuk anggota KKI, diingatkan untuk tetap konsisten dalam menerapkan regulasi yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 12 Tahun 2024.
Regulasi ini mengatur mekanisme seleksi, tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan tata kerja KKI serta lembaga terkait lainnya. Dalam konteks ini, penting bagi panitia seleksi untuk memastikan bahwa semua calon anggota PNS telah menyerahkan bukti pemberhentian sementara melalui Surat Keputusan Pemberhentian Sementara dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
Dijelaskan tim Adhoc KTKI, dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 12 Tahun 2024 pasal 9 ayat 1 poin e, disebutkan bahwa pelamar yang merupakan PNS diwajibkan untuk menyertakan surat pernyataan kesediaan diberhentikan sementara terhitung mulai tanggal pengucapan sumpah/janji.
Selain itu, pasal 36 ayat 1 menegaskan bahwa PNS yang diangkat menjadi pimpinan KKI atau anggota konsil dari masing-masing kelompok tenaga medis dan kesehatan akan diberhentikan sementara tanpa kehilangan statusnya sebagai PNS.
Namun, banyak anggota KKI yang diduga belum mengajukan pengunduran diri dari jabatan mereka sebagai PNS, yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dan merusak kredibilitas lembaga yang baru terbentuk ini.
Masalah ini menjadi lebih mendesak mengingat bahwa berdasarkan peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN), anggota yang telah dilantik seharusnya mengajukan pengunduran diri dalam waktu paling lambat 14 hari setelah pelantikan.
Usulan pengunduran diri ini harus diajukan kepada PPK masing-masing, dan bukti konkret berupa Surat Keputusan (SK) Pemberhentian Sementara harus disertakan. Jika langkah-langkah ini tidak diambil dengan serius, legitimasi KKI di mata publik akan dipertanyakan.
Publik menuntut transparansi dan akuntabilitas dari lembaga yang bertugas meningkatkan mutu praktik
dan kompetensi teknis keprofesian tenaga medis dan
tenaga kesehatan serta memberikan pelindungan dan
kepastian hukum kepada masyarakat.
Keberadaan anggota KKI yang masih aktif sebagai PNS dapat menciptakan persepsi negatif terhadap komitmen lembaga dalam menegakkan prinsip-prinsip integritas.
Oleh karena itu, sangat penting bagi KKI untuk menetapkan regulasi yang jelas mengenai status keanggotaan dan prosedur pengunduran diri bagi anggota PNS. Tanpa adanya langkah tegas dalam menangani isu ini, integritas lembaga dan kepercayaan masyarakat terhadap KKI akan terus terancam.
Dalam konteks ini, tim Adhoc Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) juga telah menyampaikan keluhan mereka kepada Komisi IX DPR-RI mengenai kejanggalan dalam proses seleksi pimpinan KTKI.
Menanggapi hal tersebut, pada rapat dengar pendapat DPR-RI pada tanggal 31 okt 2024 mendesak Kementerian Kesehatan untuk membuka ruang dialog dengan semua pemangku kepentingan, termasuk para komisioner KTKI.
Dengan demikian, diharapkan ada solusi konstruktif untuk memperbaiki situasi dan menjaga integritas serta kredibilitas Konsil Kesehatan Indonesia di mata publik. (*)