Dewan Pakar AGSI Jawa Tengah Prof Sugeng Priyadi (kiri ) dan Ketua AGSI Jawa Tengah Heni Purwono (Kanan) saat di Kampus UMP Purwokerto. (FOTO: Heni P).
MEMOTONEWS - Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Provinsi Jawa Tengah terus mendorong agar Babad Banyumas dapat diajukan ke Unesco menjadi Memory of World (MoW).
Hal itu disampaikan Ketua AGSI Jawa Tengah kepada Dewan Pakar AGSI Jawa Tengah Prof Sugeng Priyadi saat silaturahmi di Kampus UMP Purwokerto, Jumat (11/8/2023).
"Kami silaturahim karena Prof Sugeng baru pulang ibadah haji, sekaligus mendorong kembali beliau untuk berusaha mengajukan Babad Banyumas sebagai MoW, karena potensinya sangat besar," jelas Heni.
Selain versi Babad Banyumas yang sampai saat ini ada 65, tambah Heni, juga dari sisi jumlah naskah mencapai ratusan.
"Jadi dibanding Babad Diponegoro, saya rasa Babad Banyumas jelas lebih kaya dari sisi jumlah maupun versinya. Juga karya Babad Banyumas nyaris merata keberadaannya di seluruh wilayah Banyumas Raya, bahkan di luar itupun banyak," tambahnya.
Prof Sugeng Priyadi menjelaskan, dirinya yakin Babad Banyumas merupakan salah satu babad terbesar yang ada di Indonesia.
"Mungkin hanya I La Galigo saja yang isinya lebih panjang dari Babad Banyumas. Namun dari sisi jumlah, sepengetahuan saya yang terbanyak karena lebih dari seratus. Itupun yang sudah ditemukan, belum lagi yang masih tersimpan saya yakin juga masih ada," jelas Sugeng.
Banyaknya versi dan jumlah naskah, tambah Sugeng, tidak lepas dari tradisi literasi yang tinggi pada masyarakat Banyumas.
"Jadi sejak abad 16, yang tertua kami temukan naskah Kalibening, Babad Banyumas selalu eksis, sampai sekarang. Banyak sekali yang memiliki dan menulis ulang Babad. Bahkan beberapa versi saya anggap pseudo babad, atau babad semu. Karena isinya lebih mirip buku sejarah, karenanya sangat penting dilestarikan," tambahnya.
Prof Sugeng berharap, ke depan ada dukungan dari berbagai pihak, utamanya pemerintah, untuk memajukan kebudayaan, salah satunya Babad Banyumas.
Hal itu karena saat ini semakin sedikit orang yang peduli dengan babad. "Ya harus ada political will pemerintah. Kalau tidak, ya bisa punah," tandas Prof Sugeng Priyadi di Purwokerto. (MH)